Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Perlunya Undang- undang perlindugan konsumen pada saat ini perlu di adakan nya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), yang mulai efektif berlaku pada 20 April 2000.Apabila di cermati muatan materi UUPK cukup banyak mengatur perilaku pelaku usaha. Hal ini dapat difahami mengingat kerugian yang diderita konsumen barang atau jasa acapkali merupakan akibat perilaku pelaku usaha,sehingga wajar apabila terdapat tuntutan agar perilaku pelaku usaha tersebut diatur, dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut di kenakan sanksi yang setimpal. Perilaku pelaku usaha dalam melakukan strategi untuk mengembangkan bisnisnya inilah yang seringkali menimbulkan kerugian bagi konsumen.Berkaitan dengan strategi bisnis yang digunakan oleh pelaku usaha pada mulanya berkembang adagium caveat emptor (waspadalah konsumen), kemudian berkembang menjadi caveat venditor (waspadalah pelaku usaha). Ketika strategibisnis berorientasi pada kemampuan menghasilkan produk (production oriented) Yustisia Edisi Nomor 68 Mei - Agustus 2006 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen.maka di sini konsumen harus waspada dalam menkonsumsi barang dan jasa yang ditawarkan pelaku usaha. Pada masa ini konsumen tidak memiliki banyak peluang untuk memilih barang atau jasa yang akan dikonsumsinya sesuai dengan selera, daya beli dan kebutuhan. Konsumen lebih banyak dalam posisi didikte oleh produsen Pola konsumsi masyarakat justru banyak ditentukan olehpelaku usaha dan bukan oleh konsumennya sendiri. Seiring dengan perkembangan IPTEKdan meningkatnya tingkat pendidikan,meningkat pula daya kritis masyarakat. Dalam masa yang demikian, pelaku usaha tidak mungkin lagi mempertahankan strategi bisnisnya yang lama, dengan resiko barang atau jasa yang ditawarkan tidak akan laku dipasaran. Pelaku usaha kemudian mengubah strategi bisnisnya ke arah pemenuhan kebutuhan, selera dan daya beli pasar ( marketoriented ). Padamasa ini pelaku usahalah yang harus waspada dalam memenuhi barang atau jasa untuk konsumen. Dalam konteks ini pelaku usaha dituntut untuk menghasilkan barang- barang yang kompetitif terutama dari segi mutu,jumlah dan keamanan. 

Jaminan Mutu Barang Di dalam UUPK
antara lain ditegaskan ,pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memper-dagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan. Ketentuan tersebut semestinya ditaati dan dilaksanakan oleh parapelaku usaha. Namun dalam realitasnya banyak pelaku usaha yang kurang atau bahkan tidak memberikan perhatian yang serius terhadap kewajiban maupun larangan tersebut,sehingga berdampak pada timbulnya permasalahan dengan konsumen.Permasalahan yang dihadapi konsumen dalam menkonsumsi barang dan jasa terutama menyangkut mutu, pelayanan serta bentuk transaksi. Hasil temuan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (LPKNI) mengenai mutu barang, menunjukkan masih banyak produkyang tidak memenuhi syarat mutu. Manipulasi mutu banyak dijumpai pada produk bahan bangunan seperti seng, kunci dan grendel pintu, triplek, besi beton serta kabel listrik. Selanjutnya transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha cenderung bersifat tidak balance. Konsumen terpaksa menanda tangani perjanjian yang sebelumnya telah disiapkan oleh pelaku usaha , akibatnya berbagai kasus pembelian mobil, alat-alat elektronik, pembelian rumah secara kredit umumnya menempatkan posisi konsumen di pihak yanglemah . Permasalahan yang dihadapi konsumen tersebut pada dasarnya disebabkan oleh kurang adanya tanggung jawab pengusaha dan juga lemahnya pengawasan pemerintah .Secara normatif pelaku usah bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugiankonsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau di perdagangkan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setaranilainya, atau perawatan kesehatan dan atu pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku( Pasal 19 ayat 1,2 UUPK ). Ketentuan ini merupakan upaya untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian dapat ditegaskan apabila konsumen menderita kerugian sebagai akiba mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha, berhak untuk menuntut tanggung jawab secara perdata kepada pelaku usaha atas kerugian yang timbul tersebut. Demikian halnya pada transaksi properti, apabila konsumen menderita kerugian sehingga menyebabkant imbulnya kerugian, maka ia berhak untuk menuntut penggantian kerugian tersebut kepada pengembang perumahan yang bersangkutan.

QUO VADIS PERLINDUNGAN KONSUMEN INDONESIA

Isu paling mengemuka dalam globalisasi adalah penerapan system pasar bebas yang saat ini sedang melaju kencang melanda dunia dengan segala konsekuensinya. Keluar masuknya barang dan jasa melintasi batas negara mempunyai manfaat bagi konsumen dimana konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih barang dan jasa yang ditawarkan, namun disisi lain timbul dampak negatif, yaitu konsumen akan menjadi sasaran/objek aktivitas bisnis para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Suatu perkembangan baru dalam masyarakat dewasa ini, khususnya di negara-negara maju adalah makin meningkatnya perhatian terhadap masalah perlindungan konsumen, sejalan dengan meningkatnya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Praktek monopoli dan tidak adanya perlindungan konsumen telah meletakkan “posisi” konsumen dalam tingkat yang terendah dalam menghadapi para pelaku usaha (dalam arti yang seluas-luasnya).
Oleh karenanya pihak konsumen yang dipandang lebih lemah hukum perlu mendapat perlindungan lebih besar di banding masa-masa yang lalu. Sehubungan dengan itu di berbagai negara, khususnya di negara-negara maju dan di dunia internasional telah dilakukan pembaharuan-pembaharuan hukum yang berkaitan dengan tanggungjawab produsen ( product liability ), terutama dalam rangka mempermudah pemberian konpensasi bagi konsumen yang menderita kerugian akibat produk yang diedarkan di masyarakat.
Secara khusus yang dimaksud dengan product liability adalah tanggungjawab secara hukum dari orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu produk, dan/atau pihak yang menjual produk tersebut dan/atau pihak yang mendistribusikan produk tersebut, termasuk juga disini pihak yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari suatu produk, dan juga termasuk para pengusaha bengkel, pergudangan, para agen dan pekerja dari badan-badan usaha di atas.
Bahwa upaya-upaya perlindungan konsumen adalah lebih dimaksudkan untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan/atau sekaligus dimaksudkan dapat mendorong pelaku usaha di dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dilakukan dengan penuh rasa tanggungjawab.
Adapun perlunya pengaturan tentang perlindungan konsumen dilakukan dengan maksud sbb : 1) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum ; 2) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha pada umumnya ;3) Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa ; 4). Memberikan perlindungan kepada konsumen dari paraktik usaha yang menipu dan menyesatkan ; dan 5).Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain ;
Di dalam kehidupan masyarakat sangat banyak hak-hak konsumen sadar atau tidak sadar sering terabaikan atau dilanggar oleh para pelaku usaha, apakah itu terjadi disektor perbankan/di lembaga pembiayaan, jasa telekomunikasi dan transportasi,di SPBU / POM Bensin, maupun dalam penawaran produk barang dan jasa pada umumnya melalui praktek-praktek iklan yang menyesatkan, yang di dalamnya sering terjadi : 1) Iklan Pancingan (Bait and Switch adv) yang sekarang banyak dilakukan oleh pelaku usaha dengan mengedarkan undangan kecalon konsumen untuk mengambil hadiah secara gratis kemudian konsumen dirayu untuk membeli barang dengan discount yang spektakuler padahal harga dan mutu barang sudah dimanipulasi ; 2). Iklan Menyesatkan (Mock-up-adv), dimana pada isi iklan ini keadaan atau keampuhan produk digambarkan dengan cara berlebihan dan menjurus kearah menyesatkan, seperti terjadi pada produk jamu yang banyak diiklankan, umumnya hanya menunjukkan/ mengeksploitasi hal-hal yang bersifat kehebatan dan keberhasilan produk tanpa menginformasikan akibat-akibat buruk dan efek samping yang dapat merugikan konsumen.
Dan sudah menjadi rahasia umum konsumen yang merasa dirugikan enggan melakukan sesuatu atas kerugian yang dideritanya karena ketidak percayaan terhadap “Lembaga Pengadilan”, sekalipun di dalam Pasal 17 ayat (1) UUPK, yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun penjara atau denda Rp.2 Milyard, yang secara khusus mengatur tentang perbuatan yang diberikan pelaku usaha periklanan dengan memproduksi iklan yang dapat : a) Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa ; b) Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c). Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d).Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e). Mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; dan f).Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan Perundang-undangan mengenai periklanan. Namun dalam kenyataannya masyarakat konsumen yang dirugikan banyak yang belum tau/mau bagaimana menggunakan haknya.
Dalam UU Perlindungan Konsumen ada tiga lembaga yang berperan dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, yaitu : 1). Menteri dan/atau Menteri teknis terkait yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan; 2).Badan Perlindungan Konsumen Nasional ; dan 3). LSM yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat. Pada poin 1 dan 2 mewakili pemerintah sedangkan LSM pada poin 3 mewakili kepentingan masyarakat. Untuk penyelesaian sengketa dimungkinkan tanpa melalui Lembaga Peradilan yaitu melalui Lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang terdiri atas unsur-unsur pemerintah, Konsumen, dan Pelaku Usaha.
Sudah barang tentu keperluan adanya hukum untuk memberikan perlindungan konsumen Indonesia merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindarkan, sejalan dengan tujuan pembangunan nasional kita, yaitu pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya.
Penulis :
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM
Senior Partners di LHS & PARTNERS
Penulis dan Pemerhati Masalah Hukum

Tugas Pokok dan Fungsi

Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia Presiden Nanang Nelson S.H menyatakan bahwa keberadaan Lembaga Perlindungan Konsumen Nasioan Indonesia ( LPKNI ) harus bisa meningkatkan kualitas dan manfaat pengawasan Produk barang dan jasa bagi kepentingan masyarakat / Konsumen Nasional. Jika tidak bisa melakukan hal itu, maka apa yang diupayakan pemerintah ini menjadi sia-sia.
Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional Indonesia  mengacu pada UU No.8 tahun 1999 Pasal 44 ; Ayat (1) Pemerintah Mengakui Lembaga perlinduingan Konsumen yang memenuhi syarat ( 2 ) Lembaga perlindungan Konsumen dapat berperan aktif dalam perlindungan konsumen  dengan pembentukan LPKNI  harus dan tidak bisa tidak meningkatkan kualitas dan manfaatkan pengawasan terhadap hak dan perlindungan konsumen bagi kepentingan masyarakat pada khususnya ditujukan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor Poduk dan  Jasa dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel.
LPKNI  pun diharapkan mampu untuk melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Ini dilakukan melalui sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Perlindungan Konsumen.
Dalam melaksanakan tugas Perlindungan Konsumen, LPKNI mempunyai sejumlah tugas disebutkan dalam pasal 44  ayat (3) :  antara lai
  1. Menyebarkan informasi dalam rangkameningkatkan kesadaran atas hakdan kewajiban dan   kehati­hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan / atau jasa;
  2. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya; 
  3. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;
  4. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya,termasuk menerima keluhan atau pengduan konsumen;
  5. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen;
  6. Ketentuan lebihlanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat ( 3 ) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 
Untuk  mewujudkan perlindungan konsumen diharapkan dukungan masyarakat dan pemerintah untuk menjalankan fungsi perlindungan konsumen sebagai dasar untuk menuju Indonesia agar lebih baik dan maju didalam maupun diluar negeri.

Visi Misi

Visi :Tujuan dibentuknya LPKNI ( Lembaga Perlindungan konsumen Nasional Indonesa ) , disusun dengan mengacu pada UU No.8 tahun 1999  Tujuan dan Sasaran dibentuk LPKNI untuk senantiasa membatu masyarakat dibidang perlindungan konsumen untuk lebih memahami arti peting dalam sebuah perlindungan, dilakukan melalui tahapan-tahapan  yang melibatkan segenap masyarakat atau pemangku kepentingan Internal seperti Kementrian Perdagangan,Direktur Perlindungan Konsumen tenaga Advokasi,dan pemerintah.Dengan tetap berpedoman pada UUD 1945 sebagaimana tercantum di dalam UU No .8 Tahun 1999 Pasal 1 (ayat 1 ) yaitu: Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.Adalah menjadi salah satu Misi dibentuknya Lembaga perlindungan Konsumen nasional Indonesia  diakui pemerintah dan  berkualitas internasional.Dengan tetap berupaya dalam Perlindungan Konsumen kami segenap pengurus LPKNI mempunyai 

Misi  :

  1. Mendidik dan mempersiapkan calon pemimpin organisasi agar memiliki kapabilitas dibidang Hukum dan manajerial yang prima sesuai dengan standar internasional, dengan menekankan pada penalaran konseptual; keterampilan menyelesaikan masalah; semangat belajar berkelanjutan, serta sikap profesional.
  2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan tentang Perlindungan Konsumen, sistem, dan praktek penyelesaian masalah secara kontekstual.
  3. Menjadi mitra pemerintah khususnya dalam Perlindungan Konsumen pengembangan kemampuan dibidang hukum dan hak asasi Manusia dan menjadi salah satu organisasi terbesar  di Indonesia.
Sesuai dengan visi, misi di atas, Lembaga Perlindungan konsumen nasional Indonesia bertujuan untuk:

  1. Untuk meningkatkan kemampuan konsumen untuk melindungi diri
  2. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  3. melaksanakan kegiatan-kegiatan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya, dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agar dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik, visi, misi, tujuan dan sasaran dibentuknya perlindungan Konsumen Nasional Indnesia didokumentasikan di dalam beberapa dokumen tercetak seperti:  ADART ( Angaran Dasar dan Angaran rumah Tangga )  TDLPK  ( Tanda Daftar Lembaga Perlindungan Konsumen )  TDALPK  ( Tanda Daftar Anggota Lembaga Perlindungan Konsumen )

Lokasi